Kaharingan Bukan Hindu
Artikel ini mungkin mengandung kata, kalimat, dan atau paragraf yang sensitif, tetapi tidak bermaksud untuk merendahkan, melecehkan, dan atau meremehkan. Silahkan lanjutkan membaca bila berkenan.
Kaharingan adalah agama lokal di Kalimantan. Meskipun mirip dengan Hindu secara fisik, Kaharingan tidak memiliki hubungan sama sekali dengan Hindu—baik secara historis, filosofis, dan praktis. Apabila dilihat dari konsep ketuhanan, Kaharingan lebih mirip dengan agama Abrahamik (khususnya Nasrani). Kaharingan memahami bahwa hanya ada satu Tuhan tunggal yang disebut Ranying Hatalla, meskipun ada perwujudan lain (bayangan Tuhan yang disebut Jata Balawang Bulau, semacam Roh Kudus dalam Nasrani). Konsep tersebut bertolak belakang dengan konsep ketuhanan di dalam Hindu. Hindu memahami bahwa Tuhan berwujud dalam Dewa dan Dewi, meskipun pada dasarnya ada Dewa yang paling tinggi.
Secara fisik Kaharingan dan Hindu memang memiliki kemiripan, dimana keduanya membutuhkan persembahan khusus ketika melaksanakan persembahyangan. Mirip tidak berarti sama. Hal yang mendasar adalah bagaimana konten yang diajarkan. Kaharingan mengajarkan umat manusia untuk berbuat sebaik-baiknya di dunia karena hidup hanya terjadi satu kali. Sementara itu, Hindu berfaham bahwa manusia akan berinkarnasi setelah kematian. Keduanya mengajarkan kepada umat bahwa ada kehidupan kedua yang kekal abadi, yaitu di surga. Meskipun demikian, keduanya sama-sama tidak mengenal istilah neraka seperti dalam agama Abrahamik atau agama langit.
Kaharingan memiliki kitab suci yang disebut Panaturan. Menurut sejarah, istilah Panaturan baru diperkenalkan pada masa pemerintahan Tjilik Riwut. Ayat-ayat yang ada di pasal pertama menceritakan tentang awal segala kejadian. Apabila diamati secara mendalam, beberapa penggalan kalimat yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sangat mirip dengan isi Alkitab atau Injil. Penggalan kalimat yang lain mengisahkan perjalanan seorang termasyur yang menyelamatkan diri beserta dengan berbagai jenis spesies dari kiamat kecil (air bah) yang menenggelamkan bumi. Cerita tersebut benar-benar memiliki kemiripan dengan kisah Nabi Nuh yang ada di Torah/Taurat, Alkitab/Injil, dan Alquran.
Lain cerita, umat Kaharingan harus dengan sukarela mengakui bahwa Kaharingan adalah bagian dari Hindu untuk mendapatkan pengakuan banyak orang, terutama negara. Sebagian kecil penganut Kaharingan liberal menyamakan Kaharingan dengan Hindu, dan sebagian besar penganut Kaharingan konservatif menolak menyamakan Kaharingan dengan Hindu. Bagian yang paling menarik adalah kesulitan untuk membedakan Kaharinganisme dan Hinduisme. Muslim dan Nasrani bahkan kebingungan membedakan keduanya karena kemiripan fisik. Pada kegiatan keagamaan tertentu penganut kedua agama ini seringkali berbaur seolah-olah keduanya sama.
Di sisi lain, pengaruh Hindu terhadap Kaharingan juga cukup besar melalui lembaga pendidikan. STAHNTP di Palangka Raya menginjeksi ajaran-ajaran Hindu ke dalam Kaharingan. Namun demikian, hal tersebut tidak menjadi masalah bagi akademisi Kaharingan yang kuliah di STAHNTP.
Sebagai kesimpulannya, saya berpendapat bahwa Kaharingan merupakan salah satu agama yang diturunkan Tuhan untuk salah satu kaum di muka bumi ini—Suku Dayak. Saya tidak tahu pasti apakah Kaharingan memiliki hubungan dengan agama Abrahamik (Yahudi, Nasrani, dan Islam). Jika ada hubungan dengan agama Abrahamik, maka ada risalah kenabian. Hal tersebut bisa diteliti lebih lanjut oleh kaum intelektual, khususnya pemuka agama Kaharingan. Saya hanya berharap Kaharingan dan agama lokal lainnya mendapatkan pengakuan oleh negara. Saya juga berpesan agar kita semua tetap menjaga kerukunan. Jangan menjelekkan, merendahkan, meremehkan, dan atau melecehkan suatu agama karena tidak akan mendatangkan keuntungan apapun.
Kaharingan adalah agama lokal di Kalimantan. Meskipun mirip dengan Hindu secara fisik, Kaharingan tidak memiliki hubungan sama sekali dengan Hindu—baik secara historis, filosofis, dan praktis. Apabila dilihat dari konsep ketuhanan, Kaharingan lebih mirip dengan agama Abrahamik (khususnya Nasrani). Kaharingan memahami bahwa hanya ada satu Tuhan tunggal yang disebut Ranying Hatalla, meskipun ada perwujudan lain (bayangan Tuhan yang disebut Jata Balawang Bulau, semacam Roh Kudus dalam Nasrani). Konsep tersebut bertolak belakang dengan konsep ketuhanan di dalam Hindu. Hindu memahami bahwa Tuhan berwujud dalam Dewa dan Dewi, meskipun pada dasarnya ada Dewa yang paling tinggi.
Secara fisik Kaharingan dan Hindu memang memiliki kemiripan, dimana keduanya membutuhkan persembahan khusus ketika melaksanakan persembahyangan. Mirip tidak berarti sama. Hal yang mendasar adalah bagaimana konten yang diajarkan. Kaharingan mengajarkan umat manusia untuk berbuat sebaik-baiknya di dunia karena hidup hanya terjadi satu kali. Sementara itu, Hindu berfaham bahwa manusia akan berinkarnasi setelah kematian. Keduanya mengajarkan kepada umat bahwa ada kehidupan kedua yang kekal abadi, yaitu di surga. Meskipun demikian, keduanya sama-sama tidak mengenal istilah neraka seperti dalam agama Abrahamik atau agama langit.
Kaharingan memiliki kitab suci yang disebut Panaturan. Menurut sejarah, istilah Panaturan baru diperkenalkan pada masa pemerintahan Tjilik Riwut. Ayat-ayat yang ada di pasal pertama menceritakan tentang awal segala kejadian. Apabila diamati secara mendalam, beberapa penggalan kalimat yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sangat mirip dengan isi Alkitab atau Injil. Penggalan kalimat yang lain mengisahkan perjalanan seorang termasyur yang menyelamatkan diri beserta dengan berbagai jenis spesies dari kiamat kecil (air bah) yang menenggelamkan bumi. Cerita tersebut benar-benar memiliki kemiripan dengan kisah Nabi Nuh yang ada di Torah/Taurat, Alkitab/Injil, dan Alquran.
Lain cerita, umat Kaharingan harus dengan sukarela mengakui bahwa Kaharingan adalah bagian dari Hindu untuk mendapatkan pengakuan banyak orang, terutama negara. Sebagian kecil penganut Kaharingan liberal menyamakan Kaharingan dengan Hindu, dan sebagian besar penganut Kaharingan konservatif menolak menyamakan Kaharingan dengan Hindu. Bagian yang paling menarik adalah kesulitan untuk membedakan Kaharinganisme dan Hinduisme. Muslim dan Nasrani bahkan kebingungan membedakan keduanya karena kemiripan fisik. Pada kegiatan keagamaan tertentu penganut kedua agama ini seringkali berbaur seolah-olah keduanya sama.
Di sisi lain, pengaruh Hindu terhadap Kaharingan juga cukup besar melalui lembaga pendidikan. STAHNTP di Palangka Raya menginjeksi ajaran-ajaran Hindu ke dalam Kaharingan. Namun demikian, hal tersebut tidak menjadi masalah bagi akademisi Kaharingan yang kuliah di STAHNTP.
Sebagai kesimpulannya, saya berpendapat bahwa Kaharingan merupakan salah satu agama yang diturunkan Tuhan untuk salah satu kaum di muka bumi ini—Suku Dayak. Saya tidak tahu pasti apakah Kaharingan memiliki hubungan dengan agama Abrahamik (Yahudi, Nasrani, dan Islam). Jika ada hubungan dengan agama Abrahamik, maka ada risalah kenabian. Hal tersebut bisa diteliti lebih lanjut oleh kaum intelektual, khususnya pemuka agama Kaharingan. Saya hanya berharap Kaharingan dan agama lokal lainnya mendapatkan pengakuan oleh negara. Saya juga berpesan agar kita semua tetap menjaga kerukunan. Jangan menjelekkan, merendahkan, meremehkan, dan atau melecehkan suatu agama karena tidak akan mendatangkan keuntungan apapun.