Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Bank syariah merupakan bank yang berbasis atau berdasarkan pada paham agama Islam. Bankir perbankan syariah mengklaim bahwa bank syariah sebagai suatu standar perbankan masa depan. Munculnya bank syariah berawal dari permasalahan etika di bank konvensional. Menurut bankir perbankan syariah, etika sangat dibutuhkan dalam dunia perbankan. Dengan iming-iming label “syariah”, beberapa kalangan awam menganggap bahwa bank syariah benar-benar bersih dari permasalahan atau tidak ada kekurangannya.
Kali ini, saya akan menjelaskan perbedaan mendasar pada bank syariah dengan bank konvensional. Pertama-tama, benarkah bank konvensional tidak ada aspek etika dalam praktiknya? Tidak demikian. Dalam setiap transaksi, praktisi bank konvensional akan mengajukan berbagai persetujuan kepada calon nasabah (peminjam). Nasabah selanjutnya menyetujui perjanjian dengan cara menandatangani surat perjanjian atau berkas semacamnya. Dengan demikian, calon nasabah tidak pernah dipaksa oleh praktisi bank konvensional. Apakah hal tersebut tidak beretika? Biasanya, calon nasabah yang ingin meminjam di bank adalah orang yang memiliki jaminan atau kapabilitas untuk melunasi utangnya. Pihak bank tidak sembarangan memberikan kredit kepada nasabahnya sehingga tidak mungkin (maaf) orang miskin yang meminjam dana di bank. Lalu, bagaimana dengan bank syariah? Persoalan perjanjian pada bank syariah biasanya dilabeli dengan hal-hal yang berbau Islami sehingga transaksi terkesan suci.
Perihal kedua, benarkah bank syariah benar-benar bebas dari riba? Saya masih mempelajari permasalahan ini dengan mencari dalil yang akurat. Bank syariah menerapkan sistem bagi hasil (profit sharing) kepada peminjam. Nasabah mengembalikan dana pinjaman kepada bank syariah berupa pinjaman pokok ditambah bagi hasil usahanya. Ah, sistem tersebut sama saja dengan penerapan bunga oleh bank konvensional.
Dengan demikian, bank syariah bukanlah alternatif perbankan konvensional. Tidak ada yang benar-benar istimewa dari bank syariah. Penerapan sistem bagi hasil merupakan “akal-akalan” bankir dalam meraih profit. Kesimpulannya, perbedaan mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional adalah cara meraih profit. Bank konvensional meraih profit dari penerapan bunga dalam jangka waktu tertentu, sedangkan bank syariah meraih profit dari penerapan sistem bagi hasil (hasil usaha peminjam dalam jumlah tertentu). Saya akan katakan: “praktisi bank syariah adalah orang yang 'licik'.”
Pesan saya, bank yang berlabel “syariah” sebaiknya segera diganti karena terkesan mempermainkan agama. Alangkah baiknya diberi label “bagi hasil” sehingga nama bank menjadi “bank bagi hasil”. Demikian pendapat saya mengenai perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional. Mungkin Anda memiliki pandangan yang berbeda dengan saya dan Anda bebas mengkritik pendapat saya. Oleh karena itu, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya jika tidak berkenan. Terima kasih atas waktunya, salam hangat.